Friday, May 17, 2013

Arsitektur Tradisional Kedaerahan di Indonesia


    Setiap suku di Indonesia mempunyai cirikhas bentuk dari arsitektur kedaerahan atau lokal di Indonesia, dikenal sebagai rumah adat, rumah adat merupakan pusat dari jaringan custom, hubungan sosial , hukum tradisional , larangan-larangan, mitos dan agama yang mencakup seluruh masyarakat adat. Rumah adat menyediakan focus utama untuk keluarga dan komunitas tersebut dan yang merupakan inti dari pemberangkatan dari penghuninya untuk berbagai kegiatanm Rumah tradisional di Indonesia bukan merupakan hasil desain para arsitek , kebanyakan penduduk biasa yang membangun rumah mereka sendiri ataupun masyarakat setempat yang bergotong royong membuatnya dengan arahan dari sipemilik rumah atau pun tukang kayu.
     Dengan sedikit pengecualian, penduduk kepulauan Indonesia berbagi sebuah kebiasaan leluhur Austronesia yang aslinya di Taiwan 6000 tahun yang lalu, dan rumah tradisional Indonesia memperlihatkan  beberapa cirikhas seperti konstruksi kayu , ragam dan elaborasi struktur atap. Bangunan yang menunjukkan gaya Austronesia awal adalah rumah panjang komunal pada panggung, dengan atap miring bertingkat dan balok gabel yang berat, seperti terlihat pada rumah orang batak dan rumah tongkonan dari toraja. Keragaman dari bentuk dasar rumah panjang komunal yang diantaranya ditemukan diantara masyarakat dayak di Borneo dan juga orang-orang Mentawai.
     Aturannya adalah pada tiang , kayu untuk kuda –kuda , dan system struktur ambang pintu yang langsung lurus ketanah dengan dinding kayu ataupun bamboo yang mana tanpa bantalan beban, secara tradisional , dari pada paku , sambungan mortis dan tenon dan pasak kayu digunakan. Material alami seperti kayu, bamboo, atap rumbia dan serat adalah riasan rumah adat. Kayu keras umumnya digunakan untuk tumpuan dan sebuah kombinasi dari kayu lunak ataupun keras digunakan untuk dinding atas tanpa bearing dan sering dibuat daru kayu ringan ataupun rumbia. Material untuk anyaman atap adalah daun kelapa daun rumbia, alang-alang ataupun jerami.


 
    Penghuni tradisional telah berkembang dengan merespon kondisi lingkungan secara alami. Terutama iklim muson yang panas dan basah di Indonesia. Sudah hal yang umum di Hampir seluruh Asia Tenggara dan Barat Daya Pasifik, kebanyakan rumah adat didirikan diatas panggung, dengan pengecualian di Jawa dan Bali.Membangun rumah yang berada diatas panggung bertujuan agar memberikan ruang untuk aliran udara sehingga menyejukkan di iklim tropis, dan juga menghindari ketinggian air jika ada banjir yang juga membawa lumpur, dan memberi toleransi untuk rumah –rumah yang dibangun di sepanjang sungai ataupun daerah yang berbatasan dengan perairan, menjaga penghuni serta barang-barang dan makanan dari lembab dan basah, menghindarkan dari nyamuk pembawa malaria dengan ketinggiannya, dan menekan serangan rayap ataupun hama kayu secara langsung. Dengan bentuk atap yang kemiringannya sangat tajam sehingga curahan hujan lebat tropis dapat langsung ketanah. Saat panas ataupun basah menerpa rumah punya banyak jendela sehingga membuat aliran udara tidak pengap, ditempat pegunungan yang lebih sejuk rumah dibuat dengan atap luas dan sedikit jendela.
        Beberapa dari rumah adat yang penting dan langka;
  • Arsitektur Batak atau Sumatera Utara, termasuk rumah jabu ber bentuk perahu dari masyarakat batak toba dengan ukiran yang mendominasi balok gabel dan atap dengan ukuran besar yang dramatis, yang berdasar pada model jaman dulu.
  • Rumah Gadang yang merupakan rumah adat Minangkabau dari sumatera barat. Dengan keunikan pada balok gabel yang banyak dengan ujung berbentuk bubungan.
  •  Rumah penduduk nias termasuk oma sebua rumah tetua suku di dirikan diatas tiang kayu  besi dengan atap bermenara. Tidak hanya untuk berjaga dari serangan saat perang suku, tapi juga  konstruksi tanpa paku yang sangat fleksibel terhadap kemungkinan gempa,
  • Rumah melayu rumah tradisional ini dibangun diatas panggung bisa ditemui di sumatera,Kalimantan dan Semenanjung Malaya
  • Wilayah Riau mempunyai karakter perkampungan rumah panggung yang dibangun disepanjang
  • Tidak seperti kebanyakan rumah adat di Asia Tenggara, rumah joglo dijawa tidak dibangun diatas panggung dan menjadi rumah adat yang mendapat pengaruh paling kuat dari elemen arsitektur Eropa
  • Bubungan Tinggi, dengan atap bertingkat, yang merupakan rumah para bangsawan banjar di Kalimantan selatan
  • Rumah tradisional bali adalah kelompok dari bangunan yang terbuka luas termasuk dapur dan area tidur, area mandi dan juga tempat pemujaan yang terpisah-pisah dengan dinding pagar tinggi yang mengitari.
  • Suku sasak dilombok membangun lumbung diatas panggung yang sering lebih utama dari pada rumah tinggal mereka
  • Suku dayak secara turun temurun tinggal di rumah panjang komunal yang dibangun diatas panggung, rumah tersebut bisa mencapai 300 m panjangnya, di beberapa tempat merupakan sebagai satu desa.
  • Suku Toraja di dataran tinggi Tongkonan yaitu rumah panggug yang kecil dan Bentuk atap seperti pelana yang sangat besar.
  • Rumah adat di Sumba punya atap rumbia seperti topi yang tinggi dan di tutupi oleh berandah untuk tinggal
  • Rumah tradisional suku dani di papua berupa tempat tinggal dari keluarga kecil yang terdiri dari beberapa gubuk bundar yang disebut honay dengan atap rumbia berbentuk kubah
     Kini rumah adat telah menyusut di seluruh Indonesia. Tren ini dimulai sejak jaman penjajahan dimana Belanda secara umum menganggap bahwa arsitektur tradisional jauh dari nilai kesehatan dan kebersihannyaa dengan atap yang besar sebagai tempat bersarangnya tikus. Rumah dengan banyak keluarga yang menghuni dicurigai sebagai pengaruh keagamaan sebagaimana aspek tersebut menghubungkan rumah adat dengan kepercayaan tradisional. Di berbagai belahan Hindia Belanda, penguasa colonial mengkampanyekan program pemusnahan rumah-rumah adat dan menggantinya dengan rumah bangunan dengan teknik konstruksi barat, seperti batu bata dan atap besi corrugated dengan fasilitas sanitasi yang nyaman dan ventilasi udara yang lebih baik. Para pengrajin tradisional diajari teknik bangunan barat. Sejak kemerdekaan , pemerintah Indonesia meneruskan kampanye rumah sehat sederhana untuk rumah adat.
dipandang dari sisi ekonomi pembuatan konstruksi rumah adat memerlukan tenaga kerja yang banyak. Sehingga sangat mahal (dahulu masyarakat akan bergotong royong untuk membangun ataupun memperbaiki rumah), ditambah dengan penggundulan hutan dan pertumbuhan populasi yang berarti kayu keras bukan merupakan sumber daya alam yang bebas yang bisa dikumpulkan sebanyak yang dibutuhkan dari hutan sekitarnya,kayu telah menjelma sebagai komoditas yang mahal. Dan keinginan masyarakat secara umum untuk kemoderenan, sebagian besar dari penduduk Indonesia sekarang tinggal dirumah yang modern dari pada rumah adat tradisional 
       Di daerah yang banyak turis, seperti tanah toraja, rumah adat di lestarikan sebagai daya tarik wisatawan, penghuninya biasanya tinggal ditempat lain. Dengan elemen desain yang keluar dari inti yang mana rumah adat ini kurang nyaman dari desain aslinya.Sementara rumah adat di daerah ini kebanyakan terbengkalai dan didaerah tertentu saja rumah ini masih ada, dibeberapa daerah rumah adat dilestarikan untuk upacara dan museum ataupun gedung perkantoran. Gedung-gedung terkadang di bangun dengan teknik konstruksi modern yang juga termasuk elemen gaya dari rumah seperti The House of the Five Senses di Efteling, sebuah gedung dengan konsep rumah gadang dari Minangkabau. Dijaman penjajahan beberapa orang Eropa membangun rumah berdasarkan penggabungan antara desain Barat adat, misalnya Bedegom yang merupakan transisi antara rumah Barat-Batak Karo.
Telah diketahui bahwa rumah kayu tradisional secara umum lebih tahan gempa daripada desain bata modern, walaupun rumah kayu tersebut lebih rentan terhadap kebakaran. Di beberapa daerah konsep rumah adat semi modern telah diadopsi misal diantara masyarakat Ngada dengan elemen tradisional yang ditempatkan dalam kulit beton
rumah adat Batak Toba
rumah adat di kepulauan Riau
           

No comments:

Post a Comment