Setiap suku di Indonesia mempunyai cirikhas bentuk dari arsitektur kedaerahan
atau lokal di Indonesia, dikenal sebagai rumah adat, rumah adat merupakan
pusat dari jaringan custom, hubungan sosial , hukum tradisional ,
larangan-larangan, mitos dan agama yang mencakup seluruh masyarakat adat. Rumah
adat menyediakan focus utama untuk keluarga dan komunitas tersebut dan yang
merupakan inti dari pemberangkatan dari penghuninya untuk berbagai kegiatanm
Rumah tradisional di Indonesia bukan merupakan hasil desain para arsitek ,
kebanyakan penduduk biasa yang membangun rumah mereka sendiri ataupun
masyarakat setempat yang bergotong royong membuatnya dengan arahan dari
sipemilik rumah atau pun tukang kayu.
Dengan sedikit pengecualian, penduduk kepulauan Indonesia berbagi sebuah
kebiasaan leluhur Austronesia yang aslinya di Taiwan 6000 tahun yang lalu, dan
rumah tradisional Indonesia memperlihatkan
beberapa cirikhas seperti konstruksi kayu , ragam dan elaborasi struktur
atap. Bangunan yang menunjukkan gaya Austronesia awal adalah rumah panjang
komunal pada panggung, dengan atap miring bertingkat dan balok gabel yang
berat, seperti terlihat pada rumah orang batak dan rumah tongkonan dari toraja.
Keragaman dari bentuk dasar rumah panjang komunal yang diantaranya ditemukan
diantara masyarakat dayak di Borneo dan juga orang-orang Mentawai.
Aturannya adalah pada tiang , kayu untuk kuda –kuda , dan
system struktur ambang pintu yang langsung lurus ketanah dengan dinding kayu
ataupun bamboo yang mana tanpa bantalan beban, secara tradisional , dari pada
paku , sambungan mortis dan tenon dan pasak kayu digunakan. Material alami
seperti kayu, bamboo, atap rumbia dan serat adalah riasan rumah adat. Kayu
keras umumnya digunakan untuk tumpuan dan sebuah kombinasi dari kayu lunak
ataupun keras digunakan untuk dinding atas tanpa bearing dan sering dibuat daru
kayu ringan ataupun rumbia. Material untuk anyaman atap adalah daun kelapa daun
rumbia, alang-alang ataupun jerami.
Penghuni tradisional telah berkembang dengan merespon kondisi lingkungan
secara alami. Terutama iklim muson yang panas dan basah di Indonesia. Sudah hal
yang umum di Hampir seluruh Asia Tenggara dan Barat Daya Pasifik, kebanyakan
rumah adat didirikan diatas panggung, dengan pengecualian di Jawa dan Bali.Membangun
rumah yang berada diatas panggung bertujuan agar memberikan ruang untuk aliran
udara sehingga menyejukkan di iklim tropis, dan juga menghindari ketinggian air
jika ada banjir yang juga membawa lumpur, dan memberi toleransi untuk rumah
–rumah yang dibangun di sepanjang sungai ataupun daerah yang berbatasan dengan
perairan, menjaga penghuni serta barang-barang dan makanan dari lembab dan
basah, menghindarkan dari nyamuk pembawa malaria dengan ketinggiannya, dan
menekan serangan rayap ataupun hama kayu secara langsung. Dengan bentuk atap
yang kemiringannya sangat tajam sehingga curahan hujan lebat tropis dapat
langsung ketanah. Saat panas ataupun basah menerpa rumah punya banyak jendela
sehingga membuat aliran udara tidak pengap, ditempat pegunungan yang lebih
sejuk rumah dibuat dengan atap luas dan sedikit jendela.
Beberapa dari rumah adat yang penting dan langka;
- Arsitektur Batak atau Sumatera Utara, termasuk rumah jabu ber bentuk perahu dari masyarakat batak toba dengan ukiran yang mendominasi balok gabel dan atap dengan ukuran besar yang dramatis, yang berdasar pada model jaman dulu.
- Rumah Gadang yang merupakan rumah adat Minangkabau dari sumatera barat. Dengan keunikan pada balok gabel yang banyak dengan ujung berbentuk bubungan.
- Rumah penduduk nias termasuk oma sebua rumah tetua suku di dirikan diatas tiang kayu besi dengan atap bermenara. Tidak hanya untuk berjaga dari serangan saat perang suku, tapi juga konstruksi tanpa paku yang sangat fleksibel terhadap kemungkinan gempa,
- Rumah melayu rumah tradisional ini dibangun diatas panggung bisa ditemui di sumatera,Kalimantan dan Semenanjung Malaya
- Wilayah Riau mempunyai karakter perkampungan rumah panggung yang dibangun disepanjang
- Tidak seperti kebanyakan rumah adat di Asia Tenggara, rumah joglo dijawa tidak dibangun diatas panggung dan menjadi rumah adat yang mendapat pengaruh paling kuat dari elemen arsitektur Eropa
- Bubungan Tinggi, dengan atap bertingkat, yang merupakan rumah para bangsawan banjar di Kalimantan selatan
- Rumah tradisional bali adalah kelompok dari bangunan yang terbuka luas termasuk dapur dan area tidur, area mandi dan juga tempat pemujaan yang terpisah-pisah dengan dinding pagar tinggi yang mengitari.
- Suku sasak dilombok membangun lumbung diatas panggung yang sering lebih utama dari pada rumah tinggal mereka
- Suku dayak secara turun temurun tinggal di rumah panjang komunal yang dibangun diatas panggung, rumah tersebut bisa mencapai 300 m panjangnya, di beberapa tempat merupakan sebagai satu desa.
- Suku Toraja di dataran tinggi Tongkonan yaitu rumah panggug yang kecil dan Bentuk atap seperti pelana yang sangat besar.
- Rumah adat di Sumba punya atap rumbia seperti topi yang tinggi dan di tutupi oleh berandah untuk tinggal
- Rumah tradisional suku dani di papua berupa tempat tinggal dari keluarga kecil yang terdiri dari beberapa gubuk bundar yang disebut honay dengan atap rumbia berbentuk kubah
Kini rumah adat telah menyusut di seluruh Indonesia. Tren ini dimulai sejak
jaman penjajahan dimana Belanda secara umum menganggap bahwa arsitektur
tradisional jauh dari nilai kesehatan dan kebersihannyaa dengan atap yang besar
sebagai tempat bersarangnya tikus. Rumah dengan banyak keluarga yang menghuni
dicurigai sebagai pengaruh keagamaan sebagaimana aspek tersebut menghubungkan
rumah adat dengan kepercayaan tradisional. Di berbagai belahan Hindia Belanda,
penguasa colonial mengkampanyekan program pemusnahan rumah-rumah adat dan
menggantinya dengan rumah bangunan dengan teknik konstruksi barat, seperti batu
bata dan atap besi corrugated dengan fasilitas sanitasi yang nyaman dan
ventilasi udara yang lebih baik. Para pengrajin tradisional diajari teknik
bangunan barat. Sejak kemerdekaan , pemerintah Indonesia meneruskan kampanye
rumah sehat sederhana untuk rumah adat.
dipandang dari sisi ekonomi pembuatan konstruksi rumah adat memerlukan
tenaga kerja yang banyak. Sehingga sangat mahal (dahulu masyarakat akan
bergotong royong untuk membangun ataupun memperbaiki rumah), ditambah dengan
penggundulan hutan dan pertumbuhan populasi yang berarti kayu keras bukan
merupakan sumber daya alam yang bebas yang bisa dikumpulkan sebanyak yang
dibutuhkan dari hutan sekitarnya,kayu telah menjelma sebagai komoditas yang
mahal. Dan keinginan masyarakat secara umum untuk kemoderenan, sebagian besar
dari penduduk Indonesia sekarang tinggal dirumah yang modern dari pada rumah
adat tradisional
Di daerah yang banyak turis, seperti tanah toraja, rumah adat di lestarikan
sebagai daya tarik wisatawan, penghuninya biasanya tinggal ditempat lain.
Dengan elemen desain yang keluar dari inti yang mana rumah adat ini kurang
nyaman dari desain aslinya.Sementara rumah adat di daerah ini kebanyakan
terbengkalai dan didaerah tertentu saja rumah ini masih ada, dibeberapa daerah
rumah adat dilestarikan untuk upacara dan museum ataupun gedung perkantoran.
Gedung-gedung terkadang di bangun dengan teknik konstruksi modern yang juga
termasuk elemen gaya dari rumah seperti The House of the Five Senses di Efteling,
sebuah gedung dengan konsep rumah gadang dari Minangkabau. Dijaman penjajahan
beberapa orang Eropa membangun rumah berdasarkan penggabungan antara desain
Barat adat, misalnya Bedegom yang merupakan transisi antara rumah Barat-Batak
Karo.
Telah diketahui bahwa rumah kayu tradisional
secara umum lebih tahan gempa daripada desain bata modern, walaupun rumah kayu
tersebut lebih rentan terhadap kebakaran. Di beberapa daerah konsep rumah adat
semi modern telah diadopsi misal diantara masyarakat Ngada dengan elemen
tradisional yang ditempatkan dalam kulit beton
rumah adat Batak Toba |
rumah adat di kepulauan Riau |
No comments:
Post a Comment