Arsitektur Jawa Tidak Jadul
Orang jawa yang hidupnya masih
berpedoman pada akar budaya ketika akan membangun rumah atau mendirikan rumah perhitungan
awalnya pastilah bagaimana nanti bentuk atapnya dan seberapa luas atap rumah
nantinya. Tapi orang dijaman sekarang ketika membangun rumah hal pertama yang
dibuat adalah denah dengan perhitungan berapa nanti jumlah kamarnya. Itu adalah
dua perilaku yang berbeda yang memperlihatkan beda pemikiran orang jawa ketika
membangun rumah dengan orang modern. Menurut dosen Jurusan Arsitektur di
Jurusan Teknik Arsitektur UNS Solo, Muhammad Muqoffa, ketika wawancara dengan Espos,
di fak. teknik UNS, arsitektur Jawa memang mengedepankan cakrik dan konstruksi
atap sebagai landasan dalam membangun rumah. Yang menjadi landasan pertama
adalah cakrik atap, menurutnya ketika filosofi arsitektur Jawa diterapkan,
bentuk cakrik yang dihasilkan juga akan mengutamakan ketentuan tentang
sirkulasi udara didalam rumah. Karena atap rumah dinilai sebagai payung ,
sehingga pasti akan ada jarak antara payung dan yang dipayungi, jarak itulah
yang merupakan jalan untuk sirkulasi udara didalam bangunan rumah jawa.
Apapun bentuk cakrikrumah yang
dibangun apakah joglo, panggangpe, limas an, kampung ataupun tajug dan
sebagainya. Pasti ada ketentuan dalam hal sirkulasi udara. Jika di teliti
sungguh-sungguh secara keilmuan arsitektur modern, jalan udara atau ventilasi
udara ini sudah menjadi ketentuan bagi
rumah yang berada didaerah tropis. Itu membuktikan bahwa ilmu arsitektur Jawa
dari filosofi membangun rumah ini telah menyesuaikan dengan keadaan alam dan
lingkungannya tanpa batasan waktu, menurutnya.
Rumah yang dibangun berdasar ilmu
arsitektur modern mengedepankan pada cakrik bangunan dasar yang disebut
pondasi. Pondasi yang berwujud aneka ragam seperti sumuran, batukali dan
lainnya memiliki ketentuan yaitu menghujam ke tanah. Sedang arsitektur jawa
mempuyai ketentuan yang berbeda . Bangunan rumah tidak berdiri diatas pondasi
seperti ketentuan arsitektur modern tersebut.
Atap (payon)
Rumah jawa berdiri diatas umpak, Yang
mana umpak tersebut tidak menghujam ke tanah seperti pondasi. Umpak hanya
sebatas menempel di tanah. Konstruksi umpak ini mendukung atau menyangga
bangunan utama rumah jawa yang berupa
atap (payon) yang bersifat elastis, tidak kaku. Konstruksi Atap /payon rumah
Jawa bersifat mudah dirakit dan juga mudah dibongkar, Ketika ditopang oleh
konstruksi yang terletak diatas umpak
menjadikan rumah jawa semakin bersifat elastis.
Sifat elastis inilah yang menjadikan
rumah jawa ini mampu mengikuti pergerakan
tanah karena gempa. Adanya perhitungan tentang umpak, konstruksi atap atau
payon, yang dapat menjadikannya bersifat
elastis, menurut muqoffa menyimpulkan bahwa arsitektur jawa tidak kuno
atau ketinggalan jaman. Atau bahasa gaulnya jadul.
Sayangnya ilmu arsitektur jawa ini
telah tersisih ataupun dipandang sebelah mata, di bidang ilmu arsitektur saja
bahkan tidak ada kajian yang layak untuk membahas ilmu arsitektur jawa.
Kebanyakan dari studi yang dilakukan mengenai ilmu arsitektur modern yang berkiblat
pada ilmu arsitektur dari mancanegara, di fakultas teknik UNS sendiri sudah ada
laboratoriun arsitektur jawa dan juga ada matakuliah tentang arsitektur jawa
namun belum dimanfaatkan secara sungguh-sungguh untuk mempelajari dan
memberdayakan arsitektur jawa ini. Hanya sedikit sekali mahasiswa yang tertarik
mempelajari tentang arsitektur jawa, semoga kita tetap bisa mempertahankan dan
melestarikan arsitektur asli Indonesia ini. Sumber dari http://www.geocities.com
No comments:
Post a Comment